Siaran Pojok Parenting 23&30 Oktober dan 6 November 2015
di Radio PETRA 105,7 FM pukul 09.00 - 10.00 WIB
Narasumber: Catharina Esthi, S.psi dan Sukaningtyas
Kasus pelecehan seksual belakangan ini mulai mencuat kembali
di berbagai media. Kasus terbaru adalah seoran anak di kalideres, Jakarta Barat meninggal di
dalam kardus setela mengalami kekerasan fisik dan seksual. Selain menjadi korban, anak juga ternyata
bisa menjadi pelaku kekerasan seksual seperti yang terjadi Pada Juli 2015 lalu, dua anak kelas 3 & 5
SD di Depok menjadi pelaku perkosaan terhadap seorang anak perempuan berumur 7
tahun (1SD). Sementara menurut data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan
Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia pada 2014 (Januari-April)
tentang kasus kekerasan seksual telah terjadi sebanyak 600 kasus atau 876 korban,
diantaranya 137 kasus adalah pelaku anak. DIY sendiri pada 2013 terjadi
sebanyak 44 kasus kekerasan terhadap anak. Sebanyak 43 di antaranya berupa
kekerasan seksual. Sedangkan, pada 2014, terjadi 46 kasus : 31 kasus perkosaan
dan sebanyak 15 kasus berupa kekerasan seksual. Pada tahun 2015, Ketua Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) DIY, Sari Murti mengungkapkan bahwa dari awal tahun
2015 hingga bulan September, tercatat ada sebanyak 70 kasus kekerasan pada
anak, dan sebagian besar adalah kasus kekerasan seksual. Hal lain yang menjadi
keprihatinan adalah mengenai Kehamilan Dini oleh para remaja akibat pergaulan
bebas.
Kasus – kasus tersebut mengundang keprihatinan mengingat banyak
korban yang tidak tahu bahwa perlakuan yang diterimanya melanggar hukum
sedangkan anak – anak yang menjadi pelaku sering kali hanya mencotoh dari film,
gambar dan game on line yang bermuatan pornografi ataupun mencontoh perilaku
orang dewasa. Oleh sebab itu,pendidikan seks bagi anak menjadi hal yang penting
dan harus segera di berikan kepada anak sejak dini. Namun demikian, tidak
sedikit orangtua yang masih menganggap tabu, ragu ataupun bingung bagaimana
menyampaikan penddikan sek bagi anak.
Lalu apa yang dimaksud dengan pendidikan seks untuk anak?
bagaimana cara orangtua menyampaikannya pada anak?
Pendidikan seks yang dimaksud di sini adalah anak mulai mengenal
akan identitas diri dan keluarga, mengenal anggota-anggota tubuh mereka, serta
dapat menyebutkan ciri-ciri tubuh dan fungsinya. Jadi arah pendidikan seksual bukan semata –
mata tentang hubungan seksual sehingga orangtua merasa tabu untuk membicarakannya.
Dengan demikian, pendidikan seks dapat dikenalkan pada anak sejak usia pra
sekolah (3-4 tahun).
Pendidikan seks
sendiri penting untuk berikan sejak dini karena pertama
, Pendidikan seks usia dini dapat memberikan pemahaman anak akan kondisi
tubuhnya dan pemahaman akan lawan jenisnya. Kedua, Pemahaman pendidikan seks di usia
dini ini diharapkan agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai
seks. Ketiga, menghindarkan anak dari
risiko negatif perilaku seksual maupun perilaku menyimpang . Keempat, Anak juga bisa melindungi
kesehatan diri. Kelima, Penyampaian yang wajar, jujur, dan sederhana,
serta menggunakan bahasa yang mereka pahami, akan membentuk konsep diri anak
yang positif serta Mempermudah anak dalam mengembangkan harga diri, kepercayaan
diri, kepribadian yang sehat, dan penerimaan diri yang positif.
Namun demikian, muatan pendidikan seks bagi anak juga harus
meperhatikan tahap perkembangannya. Berikut uatan pendidikan seks bagi anak sesuai tahap
perkembangannya:
- Usia Prasekolah :
Pengenalan identitas diri dan jenis kelamin, anatomi tubuh dan fungsinya,
kebersihan tubuh, rasa malu dan ketrampilan menghindari diri dari
kekerasan seksual
- Usia Sekolah Dasar :
Ketrampilan menghindarkan diri dari kekerasan seksual, sistem reproduksi
sederhana, pubertas dan kebersihan alat kelamin
- Remaja : Sistem
redproduksi, konsekuensi hubungan seksual yang tidak sehat , nilai – nilai
moralitas
Beberapa cara berikut ini dapat menjadi referensi orang tua
/ orang dewasa tentang bagaimana menyampaikan pendidikan seks pada anak:
1) Ciptakan
komunikasi yang terbuka terhadap anak, biasakan diskusi
2) Pilih
momennya yang tepat seperti saat mandi atau saat bertemu orang hamil
3) Pembicaraan
harus diawali dengan menaruh rasa hormat sehingga anak tidak menertawakan
pertanyaan atau kata-kata yang diucapkan.
4) Sesuaikan
bahasa dengan daya tangkap anak. Berikan penjelasan yang sederhana&jujur,
atau gunakan perumpamaan yang biasa ditemui anak, dapat pula menggunakan buku,
gambar, video, boneka.
5) Bangun
kebiasaan positif. Misalnya, tidak berganti baju di tempat terbuka, tidak pipis
di sembarang tempat,dll. U66
6) Biasakan
anak berpakaian sesuai identitas kelaminnya sejak dini.
7) Tanamkan
pentingnya menjaga organ tubuh tertentu, seperti alat vital, dari sentuhan
orang lain.
No comments:
Post a Comment